Jumat, 11 Maret 2011

Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Penyelesaian Sengketa Ekonomi

1. Sengketa

Suatu kejadian dapat disebut sengketa apabila disertai oleh dua faktor, yaitu “perkara” dan “artikulasi”. “Perkara” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan “hal atau rumusan yang harus dikerjakan” atau secara spesifik berarti “perbuatan pelanggaran” merupakan syarat utama timbulnya sengketa. Selanjutnya “artikulasi” yang dalam bahasa Inggris berarti “the act process of speaking or expressing in word” merupakan pemicu terjadinya sengketa karena menempatkan para pelaku perkara pada posisi saling mempertahankan kepentingannya melalui proses penuntutan dan pembelaan. Jadi hubungan konfliktual terjadi apabila ada proses artikulasi.
2. Cara-cara Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:

• Negosiasi (Negotiation)

Negosiasi (negotiation) adalah proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) lain. Negosiasi juga diartikan suatu cara penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang berperkara.
Dalam hal ini, negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Oleh karena itu, negosiasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah, baik yang tidak berwenang mengambil keputusan maupun yang berwenang mengambil keputusan.
Sementara itu, yang harus diperhatikan bagi para piihak yang melakukan perundingan secara negosiasi harus mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan dengan damai. Namun, penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui pihak ketiga dapat dengan cara, antara lain mediasi dan arbitrase.

• Mediasi

Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasehat. Menurut Nolah Haley, “A short term structured oriented, partipatory invention process. Disputing parties work with a neutral third party, the mediator, to reach a mutually acceptable agreement”, sedangakan Kovach mendefinisikan mediasi,”facilitated negotiation It process by which a neutually satisfaction solution”.
Dengan demikian, dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa mediasi merupakan salah satu bentuk negosiasi antara pihak yang bersengketa dan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu demi tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistis.
Sementara itu, pihak ketiga yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketa dinamakan sebagai mediator. Oleh karena itu, pengertian mediasi mengandung unsur-unsur, antara lain :
a) merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan;
b) mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan;
c) mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian;
d) tujuan mediasi untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Dengan demikian, tugas utama mediator sebagai fasilitator dan menemukan dan merumuskan persamaaan pendapat, seperti berikut :
a) Sebagai tugas utama adalah bertindak sebagai seorang fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi yang dapat dilaksanakan.
b) Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi para pihak dan berupaya untuk mengurangi perbedaan pendapat yang timbul (penyesuaian persepsi), sehingga mengarahkan kepada satu keputusan bersama.
Dengan demikian, putusan yang diambil atau yang dicapai oleh mediasi merupakan putusan yang disepakati bersama oleh para pihak yang dapat berbentuk nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi tatanan dalam masyarakat. Selain itu, dapat pula berbentuk putusan yang tidak sejalan dengan tatanan yang ada, tetapi tidak bertentangan dengan nilai atau norma yang berlaku. Namun, putusan tersebut dapat pula bertolak belakang dengan nilai atau norma yang berlaku.
Namun, jika dengan cara mediasi tidak menghasilkan suatu putusan diantara para pihak maka masing-masing pihak boleh menempuh cara penyelesaian lain, seperti melalui pengadilan, arbitrase, atau lain-lain.

• Arbitrase
Arbitrase merupakan merupakan salah satu bentuk lain penyelesaian perkara atau sengketa diluar Peradilan. Oleh sebab itu dapat dipahami jika Arbitrase dalam beberapa hal sama-sama mempunyai keuntungan dan kelemahan, selain itu proses penyelesaian melalui Arbitrase lebih memberikan kebebasan, alternative penyelesaian, otonomi dan kerahasiaan kepada para pihak.
Penyelesaian melalui Arbitrase memilki beberapa keunggulan jika di bandingkan dengan proses penyelesaian melalui Peradilan, seperti beberapa hal berikut ini :
Pertama : para pihak didalam Arbitrase dapat memilih Hakim yang diinginkan, sehingga dipandang dapat menjamin netralitas dan keahlian yang diperlukan dalam menyelesaikan sengketa.
Kedua : para pihak juga dapat menetapkan hukum yang mana yang akan diaplikasikan dalam pemeriksaan sengketa, dan melalui hal ini dapat ditekan rasa takut, was-was dan ketidakyakinan mengenai hukum substantive dari negara.
Ketiga : kerahasaian dalam proses penyelesaian melalui Arbitrase akan melindungi para pihak dari pengungkapan kepada umum mengenai segala sesuatu hal yang dapat merugikan. Selain itu proses penyelesaian Arbitrase seringkali dipandang sebagai penyelesaian sengketa yang lebih efisien dalam biaya maupun waktu pelaksanaannya, jika dibandingkan penyelesaian melalui Peradilan umum.
Keempat : Arbiter pada umumnya memiliki kearifan dalam memeriksa sengketa, menyelesaikan dan menerapkan prinsip hukum serta pertimbangan-pertimbangan hukum.
Kelima : penyelesaian melalui Arbitrase dipandang lebih cepat jika penyelesaian sengketa melalui Peradilan umum, karena penyelesaian melalui Arbitrase di berikan batas waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Arbitrase terbentuk.
Pelaksanaan Arbitrase harus didasari pada kesepakatan dari para pihak dalam bentuk tertulis, untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam realisasi suatu Perjanjian. Kesepakatan tersebut dapat diatur dalam dan merupakan suatu klausula dalam Perjanjian, atupun dibuat sendiri oleh para pihak setelah sengketa terjadi.
Putusan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak, sekalipun Putusan tersebut tidak dtandatangani oleh seorang Arbiter. Sedangkan Putusan Arbitrase internasional harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan menyertakan Putusan otentik dan naskah terjemahan resmi dalam bahasa Indonesia.

• Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi